Hadits Arbain Nawawi ke-13 menunjukkan kemuliaan ajaran
Islam yang menuntun umatnya agar mencintai kebaikan untuk saudaranya (akhihi).
Apa makna akhi pada hadits Arbain Nawawi ke-13 ini, apakah saudara
seiman atau saudara sesama manusia?
Hadits Arbain Nawawi ke-13 dan Artinya
Berikut ini lafadz hadits Arbawin Nawawi ke-13 dan artinya:
عَنْ
أَبِيْ حَمْزَةَ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ رَضِيِ اللَّهُ عَنْهُ خَادِمِ رَسُوْلِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا
يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ . رواه
البخاري ومسلم
Dari Abu Hamzah Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, pelayan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
beliau bersabda: “Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga ia
mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Baca juga: Hadits Shahih Bukhari
Penjelasan Hadits
La yu’minu (لا يؤمن) artinya adalah tidak beriman. Namun dalam hadits ini, makananya menurut para ulama adalah tidak sempurna imannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengkorelasikan ukhuwah dengan keimanan.
Ahadukum (أحدكم) artinya adalah salah seorang di antara kalian. Yakni seseorang yang mengaku beriman. Artinya, seorang muslim atau seseorang yang mengaku beriman, imannya tidak sempurna sampai ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.
Kata maa (ما) artinya adalah apa-apa. Ia bisa bermakna sesuatu secara umum. Namun, para ulama mengartikan maa di sini merujuk pada kebaikan. Maka, seseorang itu baru sempurna imannya jika ia mencintai kebaikan untuk saudaranya sebagaimana ia mencintai kebaikan itu untuk dirinya sendiri.
Muhammad bin Abdullah Al-Jardani Ad-Dimyati menjelaskan dalam Al-Jauhar Al-Lu’luiyyah fi Syarah Al-Arba’in An-Nawawiyah, kebaikan adalah kata yang mencakup berbagai ketaatan dan hal-hal yang mubah, baik bersifat duniawi maupun ukhrawi.
Akhi pada lafazh li akhiihi (لأخيه) adalah saudara sesama muslim. Namun, ada pula ulama yang berpendapat bahwa makna akhi di sini adalah saudara sesama manusia. Al-Jardani mengemukakan dua pendapat ini dalam kitabnya tersebut.
Pada makna akhi yang pertama, orang yang sempurna imannya pasti menyukai sesuatu untuk sesama mukmin sebagaimana ia menyukai sesuatu itu. Misalnya ia suka rezeki berlimpah maka ia juga suka sesama mukmin mendapatkan rezeki berlimpah. Ia suka sehat, ia juga seka saudaranya sehat. Ia suka mendapatkan banyak pahala dan masuk surga, ia juga suka sesama mukmin mendapatkan banyak pahala dan masuk surga.
Pada makna akhi yang kedua, orang yang sempurna imannya pasti menyukai sekiranya orang-orang non muslim mendapatkan hidayah dan masuk Islam. Syekh Musthofa Dieb Al-Bugha dalam Al-Wafi menjelaskan, termasuk pula tanda kesempurnaan iman, ia berharap saudaranya yang masih kafir mendapatkan hidayah. Jika ia lebih suka orang-orang non muslim mati dalam kekafiran, imannya masih belum sempurna.
Baca juga: Sum'ah
Kandungan Hadits dan Pelajaran Penting
Muhammad bin Abdullah Al-Jardani Ad-Dimyati menyebut hadits ini sebagai kaidah atau dasar Islam. Secara singkat, hadits Arbain Nawawi ke-13 ini memiliki enam poin utama kandungan hadits:
1. Pondasi Ukhuwah Islamiyah
Hadits ini menunjukkan pondasi persaudaraan Islam (ukhuwah islamiyah) yang sama sekali berbeda dengan ikatan persaudaraan lainnya di dunia. Pondasi persaudaraan Islam adalah cinta. Persaudaraan Islam berangkat dari ketulusan hati, bukan sekadar lisptik atau basa basi. Bukan pula berbasis kepentingan pribadi.
2. Membangun Masyarakat yang Harmonis
Hadits ini juga menunjukkan bagaimana Islam menuntun terbentuknya masyarakat yang harmonis dan penuh kasih sayang. Masyarakat yang bersatu di atas landasan kasih sayang.
“Maksud hadits ini adalah menuntut persamaan yang menyebabkan timbulnya rasa cinta sehingga keselarasan dapat langgeng di antara manusia dan teratur keadaan hidup mereka,” tulis Muhammad bin Abdullah Al-Jardani Ad-Dimyati dalam Al-Jauhar Al-Lu’luiyyah fi Syarah Al-Arba’in An-Nawawiyah.
3. Kesempurnaan Iman
Kecintaan kepada saudara terutama sesama muslim menunjukkan sempurna tidaknya iman seseorang. Jika seorang muslim mencintai saudaranya dan mencintai kebaikan untuk saudaranya sebagaimana ia mencintai kebaikan itu untuk dirinya sendiri, maka sempurnalah imannya. Jika tidak, imannya masih belum sempurna.
4. Iman Bertingkat-tingkat, Naik dan Turun
Hadits Arbain Nawawi ke-13 ini juga menunjukkan bahwa iman itu bertingkat-tingkat. Ada yang paling sempurna sebagaimana imannya para Nabi dan Rasul, ada yang mendekati sempurna, dan ada yang masih jauh dari sempurna.
Iman juga naik dan turun. Naik dengan ketaatan, turun dengan kemaksiatan. Termasuk soal mencintai saudara ini juga menjadi tanda naik turunnya iman.
5. Berlomba Mendapatkan Kebaikan
Karena iman itu naik dengan ketaatan, kita pun kemudian harus berlomba-lomba untuk mendapatkan kebaikan. Kita harus memiliki semangat fastabiqul khairat.
Menginginkan kebaikan dan ketaatan sebagaimana orang-orang shalih bukanlah hasad. Menginginkan kebaikan dan ketaatan melampaui rata-rata orang juga bukan termasuk hasad. Sepanjang tidak menginginkan kebaikan atau nikmat orang itu hilang.
6. Akar Kebajikan dan Kesantunan
Mengamalkan hadits Arbain Nawawi 13 ini akan melahirkan kebajikan dan kesantunan. Sebab ia tidak akan mencelakai orang lain, sebagaimana ia tidak ingin celaka. Tidak suka orang lain mendapatkan keburukan sebagaimana ia juga tidak suka hal itu menimpa dirinya. Ia hanya menginginkan kebaikan bagi orang lain sebagaimana ia menyukai kebaikan untuk dirinya.
Demikian makna akhi pada hadits Arbain Nawawi ke-13 beserta penjelasan hadits dan kandungan hadits ini. Untuk penjelasan lengkap, silakan merujuk ke artikel Hadits Arbain ke-13. Wallahu ‘alam bish shawab. [Muchlisin BK/Tarbawia]