Robek-robeklah badanku, potong-potonglah jasadaku, tetapi jiwaku yang dilindungi benteng merah putih akan tetap hidup, tetap menuntut bela, siapa pun lawan yang dihadapi.
Drama kolosal perjuangan Panglima Besar Jenderal Soedirman (ilustrasi/kmps) |
Drama kolosal perjuangan gerilya Panglima Besar Jenderal Soedirman menjadi salah satu acara paling menarik dalam rangkaian Hari Ulang Tahun (HUT) Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke-72 di Indah Kiat, Cilegon, Banten pada Kamis (5/10/7). Lakon Jenderal Soedirman diperankan oleh Danang Priambodo Soedirman yang merupakan cucu sang Jenderal.
Digambarkan dalam drama kolosal tersebut, Jenderal Soedirman tetap menjalankan tugas membela bangsa dan tanah air dari penjajah Belanda meski dirinya tengah mengidap sakit. Ketika ditahan agar tidak berangkan, Jenderal menolak dan menyatakan bahwa saat-saat itulah bangsa membutuhkan kehadirannya.
Dengan semangat berapi-api, Jenderal Soedirman bergerilya ke berbagai wilayah di Indonesia. Beliau bergerilya di Kediri, Pacitan, dan berbagai daerah lain hingga Belanda hengkang dari bumi pertiwi.
"Jangan sekali-kali diantara tentara kita ada yang menyalahi janji menjadi pengkhianat nusa, bangsa, dan agama. Harus senantiasa kamu ingat bahwa tiap-tiap perjuangan memakan korban. Jangan sekali-kali membuat rakyat menderita. Cukuplah mereka menanggung banyak luka dari peperangan yang sudah berlangsung lama. Jangan sekali-kali membuat rakyat merasa terbebani oleh kita. Cukuplah mereka memikul beban atas kesengsaraan yang telah ratusan tahun menimpa." ujar Jenderal Soedirman, berpesan kepada seluruh tentara Republik Indonesia.
Belanda kewalahan menghadapi sepak perjuangan sang Jenderal. Berkali-kali diserbu, sang Jenderal justru kian tak tersentuh. Padahal dia memiliki keterbatasan gerak karena menderita sakit hingga lumpuh.
Ketika ruang perjuangan kian sempit dan hampir tak dijumpai satu pun jalan keluar, sang Jenderal tetap tegar dan tenang. Ia justru mengajak seluruh rakyat dan prajurit untuk berdzikir, mengingat Allah Yang Mahakuasa.
"Tenang. Mari kita semua berdzikir." ujar sang Jenderal.
Ketika itu pula, timbul keajaiban. Saat seorang mata-mata membocorkan keberadaan sang Jenderal, tentara Belanda tidak mempercayai keterangan mata-mata tersebut. Dibakar amarah, tentara Belanda justru menembak si mata-mata, saat itu juga.
Setelah Belanda hengkang dari bumi pertiwi Indonesia, Panglima Besar kembali ke Yogyakarta untuk menyerahkan Indonesia kepada Presiden Republik Indonesia, Ir Soekarno. Sang Presiden menerima Jenderal Soedirman dengan binar kebanggaan, lalu memerintahkan agar ia beristirahat.
Di akhir drama kolosal ini, Panglima Besar menyampaikan pesan agung untuk bangsa Indonesia. Sebuah pesan tulus yang mendalam maknanya.
"Kami tentara Republik Indonesia akan timbul dan tenggelam bersama Negara. Sanggup mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan Republik Indonesia sampai titik darah penghabisan.
Robek-robeklah badanku, potong-potonglah jasadaku, tetapi jiwaku yang dilindungi benteng merah putih akan tetap hidup, tetap menuntut bela, siapa pun lawan yang dihadapi.
Tentara bukan merupakan suatu golongan di luar masyarakat, bukan suatu kasta yang berdiri di atas masyarakat. Tentara hanya punya kewajiban satu, ialah mempertahankan kedaulatan Negara dan keselamatannya. Kamu sekalian setelah bersumpah bersama rakyat akan mempertahankan kedaulatan Republik kita dengan segenap harta benda, dengan jiwa raga. Jangan sekali-kali diantara kita ada yang menyalahi janji menjadi pengkhianat nusa, bangsa, dan agama."
Komentar Netizen
Dalam unggahannya di jejaring sosial facebook, sebuah akun bernama Alhamdulillah menyatakan, drama kolosal Panglima Besar Jenderal Soedirman ini telah berhasil membuat PKI kejang-kejang.
"Isi dramanya bikin simpatisan PKI dan jajarannya kejang-kejang." tulisnya. [Mbah Pirman/Tarbawia]