Menanggapi putusan janggal Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada terdakwa penista agama, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok, Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI) Akhiar Salmi menyampaikan tiga komentar yang bernada keheranan.
JPU kasus penistaan agama oleh terdakwa Ahok (tempo) |
Menanggapi putusan janggal Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada terdakwa penista agama, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok, Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI) Akhiar Salmi menyampaikan tiga komentar yang bernada keheranan.
Kurang Greget
Akhiar membandingkan putusan yang disampaikan JPU dalam kasus Jesicca (pembunuhan dengan sianida). Menurutnya, JPU dalam sidang Jesicca terlihat gregetnya. Sedangkan JPU dalam kasus penistaan agama yang dilakukan Ahok kurang greget.
"Bandingkan dengan jaksa di kasus Jessica (pembunuhan oleh sianida). Gregetnya aja gitu. Yang ini (Ahok), kurang greget." kata Akhiar sebagaimana dilansir Republika, Selasa (25/4/17).
Ragu-Ragu?
Dalam keterangan lanjutannya, Akhiar berupaya mencari benang merah. Meski ia tak menyimpulkan keraguan yang diidap JPU, pihaknya tetap kritis dengan mempertanyakannya. Sikap ragu-ragu itu, menurut Akhiar, bisa jadi ada atau tidak.
"Masalah tuntutannya dengan pasal 156, ada politik atau enggak, kenapa bedanya silakan tanya para politisi, tapi kalau segi hukum pidana, tuntutan percobaan itu belum ada sebelumnya, itu apakah keragu-raguan jaksa atau bagaimana," lanjutnya.
Penuh Keheranan
Akhiar menyatakan, pihaknya mengaku heran dengan tuntutan JPU yang tidak maksimal. Sepengetahuannya dan berdasarkan catatannya, semua pelaku penistaan agama selalu dituntut maksimal. Namun, hal ini tidak terjadi pada Ahok.
"Kenapa enggak dituntut maksimal? Yang lain kan maksimal. Baru ini setahu saya pidana yang dituntut percobaan. Saya tidak bisa bilang belum pernah ada dalam sejarah karena datanya enggak pegang, tapi paling enggak yang saya tahu," pungkas Akhiar. [Om Pir/Tarbawia]