Ada dialog menarik antara seorang wartawan dengan almarhum KH Hasyim Muzadi terkait pedangdut Inul Daratista. Dialog ini terjadi ketika Abah Hasyim menjabat sebagai Ketua Umum PBNU, saat Rhoma Irama keberatan lagunya dinyanyikan oleh Inul dibumbui goyangan tak pantas.
Meski singkat, komentar Abah Hasyim ini sangat tegas dan menambah kebanggaan di hati kaum Muslimin kepada sosok yang wafat pada Kamis (16/3/17) ini.
KH Hasyim Muzadi (ilustrasi) |
Ada dialog menarik antara seorang wartawan dengan almarhum KH Hasyim Muzadi terkait pedangdut Inul Daratista. Dialog ini terjadi ketika Abah Hasyim menjabat sebagai Ketua Umum PBNU, saat Rhoma Irama keberatan lagunya dinyanyikan oleh Inul dibumbui goyangan tak pantas.
Meski singkat, komentar Abah Hasyim ini sangat tegas dan menambah kebanggaan di hati kaum Muslimin kepada sosok yang wafat pada Kamis (16/3/17) ini.
"Kamu mau tanya apa,'' tanya Abah Hasyim santai kepada wartawan yang menungguinya di kantor PBNU Jakarta.
"Soal goyangan Inul, Abah..?"
Abah tersenyum ringan. Membetulkan kaca matanya. Abah sempat menyatakan, pertanyaan tersebut kurang kerjaan.
"Tanya kepada budayawan dan seniman dong. Jangan tanya ke saya,'' lanjut Abah, lugas.
"Ya ndak begitu, Abah. Soalnya dia kan anak santri juga. Lihat saja nama aslinya tuh, Abah,'' kejar wartawan.
Wartawan tersebut lalu menuturkan nama asli Inul Daratista dan kehidupan keluarganya di Pasuruan yang dikenal agamis.
Mendengar penuturan wartawan, Abah Hasyim kembali tersenyum. Ringan.
"Di Jawa Timur, santri itu macam-macam talenta atau kemampuannya. Ada santri yang qori dan korak. Kalau qori itu santri yang jago ngaji dan korak itu santri yang bengal (nakal),'' ujar Abah.
Mendengar jawaban singkat Abah, sejumlah wartawan yang hadir di ruangan tersebut kompak tertawa. Ngakak.
"Kalau goyangan ngebor Inul itu, bagaimana Abah?" lanjut pewarta, seperti menemukan momentum.
Tak disangka, jawaban Abah membuat wartawan terdiam, antara bingung, terkejut, sekaligus bertanta-tanya.
"Aku nggak tahu kenapa sih si arek wedhok iku (anak perempuan itu). Kuwi njoged opo kesurupan! (Itu menari atau kesurupan!)." tegas Abah, lalu berlalu ke ruangannya. Waktu menjelang Maghrib di Ibu Kota Jakarta. [Om Pir/Tarbawia/republika]