Judul : Catatan Cinta untuk Murabbi Penulis : Fauzul Izmi, Nafi’ah al-Ma’rab, dkk. Penerbit: Pro You – Yogyakarta Tebal : 256 Halam...
Penulis : Fauzul Izmi, Nafi’ah al-Ma’rab, dkk.
Penerbit: Pro You – Yogyakarta
Tebal : 256 Halaman ; 14x20 cm
Cetakan : I, 2013
ISBN : 978-602-8940-07-8
Murabbi adalah murabbi. Ia tak cukup dideskripsikan dengan satu kata yang menyamainya. Sebab, murabbi bukan sekedar ustadz atau guru ngaji. Ia multi fungsi. Bisa berperan sebagai apa saja, asal kebaikan. Tentu, ini bukan bermakna bahwa murabbi lebih mulia dibanding lainnya.
Mulanya, murabbi memang tak beda dengan guru ngaji. Tugasnya mentransfer ilmu kepada mutarabbi-nya. Di sinilah terletak salah satu keunikan. Meski menerima ilmu dari murabbi, mutarabbi sama sekali tak hanya bermakna murid atau peserta didik.
Sebab, dalam banyak kasus, murabbi justru menjadi teman main, sahabat diskusi, konsultan segala macam persoalan, mitra dalam berpetualang dan peran lainnya layaknya satu sahabat dengan sahabatnya.
Lazimnya sebuah interaksi, selalu ada kesan dengan murabbi. Meski tentu saja, kesan itu tak selamanya positif. Sebab, murabbi memang manusia biasa. Ia pasti pernah salah. Di sinilah terletak seninya. Mereka adalah sosok yang giat belajar dan tak lelah untuk selalu memperbaiki kualitas dirinya.
Murabbi kadang membosankan. Apalagi, saat ia tak seperhatian murabbi lainnya. Ketika materi kajian yang disampaikannya itu-itu saja, tanpa simpati, empati apalagi penjiwaan dan pemaknaan. Inilah yang dialami oleh salah satu penulis dalam buku ini. Saat halaqah ilmu sudah berjalan dalam bilangan lima tahun, tapi kegiatan selalu monoton.
Bahkan, informasi yang datang dari jama’ah selalu datang terlambat. Justru, dalam tahap inilah terletak ujian yang sebenarnya. Maka, masih dari cerita yang sama, kebaikan justru didapat saat mutarabbi mencoba ikhlas dengan meluruskan niatnya dalam mencari ilmu.
Hingga kemudian, saat mutarabbi berniat kembali dan hendak menyampaikan niatnya untuk mutasi, ketika itu pula murabbinya menyampaikan kabar mutasi sebab dia harus pindah wilayah amanah dakwah.
Cerita hampir serupa juga dikisahkan oleh penulis lain dalam buku antologi ini. Penulis yang mulanya terlibat dalam banyak kasus kenakalan semasa remajanya, berubah drastis ketika mengenal tarbiyah. Alhasil, tarbiyah menjadi jalan baginya untuk merengkuh hidayah dari Allah. Ketika masa kebosanan tumbuh di jalan itu, maka tak ada kiat lain untuk mengatasinya selain harus bersabar dan terus menerus meluruskan niat.
Kisah mengharukan juga sering timbul ketika interaksi dengan murabbi. Seperti dikisahkan oleh Maghdalena Azhar. Bagaimana tidak? Saat usianya sudah menanjak senja dan jodoh belum kunjung tiba, justru murabbiyahnya meminta suaminya untuk menikahi mutarabbiyahnya itu.
Tentu, ini bukan hal yang mudah. Apalagi, meski poligami merupakan salah satu ajaran Islam, dalam hal itu sama sekali tak mungkin mengesampingkan masalah perasaan. Bayangkan saja, seorang yang saban hari menjadi guru ngaji, tetiba harus menjadi madu.
Bagi mutarabbi, tawaran ini tentu amat dilema. Apalagi menjadi istri kedua. Meski bagaimanapun, di jalan dakwah ini, perasaan harus ditekan seminimal mungkin. Asal, niat ikhlas dan benar melakukannya.
Banyak lagi kisah mengharukan lainnya yang dituturkan dalam buku ini. Kesemuanya diceritakan mengalir dan sesuai dengan kenyataan. Di dalam buku ini, terdapat 39 kisah dari sudut pandang yang berbeda. Sehingga, rasanya semakin semarak dan enak untuk dinikmati satu persatu.
Bagi pembaca yang memang belum bergabung dalam gerbong besar bernama tarbiyah, buku ini bisa menjadi pintu gerbang bagi anda untuk mengenal dan kemudian bergabung di dalamnya.[]
Penulis : Pirman
Redaktur Bersamadakwah.com