Jika banyak kader partai yang sekarang ini mulai sibuk melakukan serangan fajar menjelang detik-detik pemilihan, maka ketahuilah, ada kad...
Jika banyak kader partai yang sekarang ini mulai sibuk melakukan serangan fajar menjelang detik-detik pemilihan, maka ketahuilah, ada kader-kader partai yang hampir tiap hari melakukan 'serangan' fajar dengan cara yang tak biasa.
Mereka melakukan itu sepanjang hari, ada pemilu atau tidak, ada pilkada atau tidak. Mereka melakukan itu sebagai bentuk kenikmatan bersebab cinta.
Cara yang dilakukanpun tak biasa. Bukan dengan jalan-jalan mencari warga kemudian membagi-bagikan recehan rupiah. Mereka melakukannya di sudut-sudut gelap kamar mereka. Berdua dengan Penciptanya.
Bagi yang lajang, mereka lakukan itu sembari berharap pendamping. Bagi yang sudah menikah, sesekali mereka berjama'ah, saling membangunkan. Dengan cinta pula. Tak jarang, mereka berkumpul dalam jumlah banyak di rumah-rumah Allah. Lalu berdiri, ruku' dan sujud.
Dalam 'serangan' fajar itu, mereka membaca panjang-panjang ayat langit. Dengan penghayatan penuh. Tak jarang, air mata mereka menentes lembut. Ada yang sesenggukan, banyak pula yang tersedu-sedan.
'Serangan' fajar ini sangat biasa bagi mereka.
Lalu, mereka memanjatkan pinta. Bukan saja untuk dapur agar terus mengepul. Bukan hanya untuk mobil dan rumah supaya semakin banyak dan lapang. Bukan hanya untuk tanah agar semakin luas dan berbuah ditanami.
Mereka panjatkan doa untuk sesama. Untuk keluarga agar semakin taqwa, untuk masyarakat agar semakin iman, untuk negeri agar semakin berjaya, untuk pemimpin agar semakin amanah dan mengerti tugasnya, untuk kamu muslimin agar semakin damai-sejahtera, untuk dunia agar semakin nyaman untuk hidup di dalamnya. Dan, untuk kehidupan akhirat. Supaya selamat di dalamnya, mencecap surga dan berdiam diri di dalamnya.
Begitulah. Mereka melakukan ini bukan untuk motif suara. Bukan. Hanya sebuah kesadaran. Bahwa surga itu teramat sangat luas. Sehingga sangat egois jika dinikmati seorang diri.
Tak percaya? Kenali pribadi mereka, bergabunglah. Dan, rasakanlah. Kita semua sepakat. Bahwa rasa tak mungkin bohong. Bahwa cinta, tulus adanya. Tak bisa dibuat-buat, apalagi jika hanya ditampilkan dalam kurun lima tahun sekali. Itu bukan cinta. Mungkin, hanya citra!
Penulis : Pirman
Redaktur Bersamadakwah.com