Apa arti “insya-allah” dan mengapa ketika menyangkut sesuatu yang akan datang seorang Muslim dituntun untuk mengucapkan “Insya-allah”? Be...
Apa arti “insya-allah” dan mengapa ketika menyangkut sesuatu yang akan datang seorang Muslim dituntun untuk mengucapkan “Insya-allah”? Berikut penjelasan Prof. Dr. M. Mutawalli Asy Sya’rawi:
Segala urusan yang menyangkut masa yang akan datang -baik nanti, besuk atau tahun depan- manusia tidak dapat memastikan kecuali bila dikehendaki Allah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلاَتَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا . إِلآ أَن يَشَآءَ اللهُ وَاذْكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَى أَن يَهْدِيَنِي رَبِّي لأَقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu, ‘Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besuk pagi’, kecuali (dengan menyebut), ‘Insya-allah’. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah, ‘Mudah-mudahan Tuhanku akan memberi petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini’.” (QS. Al-Kahfi: 23-24)
Sesuatu yang menyangkut masa yang akan datang, mencakup lima unsur:
1. Pelaku (subyek)
2. Sesuatu yang diperlakukan (Obyek)
3. waktu dan tempat kejadian
4. sebab musabab
5. kekuatan dan kemampuan yang diperlukan untuk pelaksanaan
Jika seseorang berkata, “Besuk saya akan pergi ke tempat si Fulan untuk membicarakat masalah tertentu”, orang itu tidak dapat memastikan apakah ia akan hidup sampai besuk (subyek). Pun dengan si Fulan yang akan ditemui, juga tidak dapat dipastikan apakah ia akan hidup juga sampai besuk (obyek).
Kalaupun orang itu bisa pergi, mungkin waktunya tidak tepat, tempatnya berubah, atau ia masih hidup tapi terkendala entah sakit atau apa. Jadi, manusia tidak memiliki kuasa menentukan lima unsur tersebut. Yang kuasa hanyalah Allah.
Maka, segala urusan itu kemudian dikembalikan kepada Allah Yang Mahakuasa. Maka Muslim mengucapkan “insya-allah”, jika Allah menghendaki. Jika Allah tidak menghendaki, maka rencana tersebut pasti gagal. Wallahu a’lam bish shawab. [IK/bersamadakwah]
Segala urusan yang menyangkut masa yang akan datang -baik nanti, besuk atau tahun depan- manusia tidak dapat memastikan kecuali bila dikehendaki Allah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلاَتَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا . إِلآ أَن يَشَآءَ اللهُ وَاذْكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَى أَن يَهْدِيَنِي رَبِّي لأَقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا
Sesuatu yang menyangkut masa yang akan datang, mencakup lima unsur:
1. Pelaku (subyek)
2. Sesuatu yang diperlakukan (Obyek)
3. waktu dan tempat kejadian
4. sebab musabab
5. kekuatan dan kemampuan yang diperlukan untuk pelaksanaan
Jika seseorang berkata, “Besuk saya akan pergi ke tempat si Fulan untuk membicarakat masalah tertentu”, orang itu tidak dapat memastikan apakah ia akan hidup sampai besuk (subyek). Pun dengan si Fulan yang akan ditemui, juga tidak dapat dipastikan apakah ia akan hidup juga sampai besuk (obyek).
Kalaupun orang itu bisa pergi, mungkin waktunya tidak tepat, tempatnya berubah, atau ia masih hidup tapi terkendala entah sakit atau apa. Jadi, manusia tidak memiliki kuasa menentukan lima unsur tersebut. Yang kuasa hanyalah Allah.
Maka, segala urusan itu kemudian dikembalikan kepada Allah Yang Mahakuasa. Maka Muslim mengucapkan “insya-allah”, jika Allah menghendaki. Jika Allah tidak menghendaki, maka rencana tersebut pasti gagal. Wallahu a’lam bish shawab. [IK/bersamadakwah]