Di dalam Al Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa hambaNya yang masuk ke dalam surga akan mendapatkan bidadari. Kadang Al Q...
Di dalam Al Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa hambaNya yang masuk ke dalam surga akan mendapatkan bidadari. Kadang Al Qur’an menyebutnya dengan istilah “hurun in” dan kadang menyebutnya “azwaajun muthahharah.”
Dalam kitab “Imata’us Sami’in bi Aushafil Hurun In” disebutkan 40 sifat bidadari berdasarkan Al Qur’an dan hadits-hadits Nabi. Lalu, siapakah yang paling banyak mendapatkan bidadari?
Di dalam hadits disebutkan bahwa secara umum, laki-laki penghuni surga akan dikarunia dua bidadari.
“Setiap orang diantara mereka (ahli surga) masing-masing beristrikan dua bidadari yang masing-masing memiliki 70 perhiasan” (HR. Tirmidzi)
Ada pula orang-orang khusus yang bukan hanya mendapatkan dua bidadari. Misalnya orang mati syahid. Mereka dianugerahi 72 bidadari.
“Orang yang mati syahid itu di sisi Allah akan mendapatkan tujuh keutamaan: akan diampuni (seluruh dosanya) pada saat awal terbunuhnya, akan diperlihatkan tempatnya di surga, akan selamat dari fitnah kubur, akan selamat dari hari yang sangat mencekam, akan dipasangkan di atas kepalanya sebuah mahkota kebesaran dari yaquut, yang hal itu nilainya lebih besar daripada dunia dan seisinya, akan dinikahkan dengan 72 Bidadari, dan akan diperbolehkan memberikan syafa’at bagi 70 anggota keluarganya” (HR. Tirmidzi)
Ibnu Qayyim Al Jauziyah berkata: “Orang yang paling sempurna dalam menikmati bidadari adalah orang yang paling menjaga tubuhnya dari sesuatu yang diharamkan (di dunia). Orang yang minum khamr di dunia, tidak akan meminumnya di akhirat. Laki-laki yang sering memakai sutra dan perhiasan emas, ia tidak mungkin dapat memakaianya di akhirat. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah, “Sesungguhnya khamr, sutra dan emas itu bagi mereka (non muslim) di dunia dan bagi kamu sekalian (muslim) di akhirat.” (HR. Bukhari)
Oleh karena itu, orang yang mengobral kesenangan di dunia, dia tidak akan mendapatkannya di akhirat. Pun sebaliknya, orang yang zuhud, tidak menjadikan kesenangan dunia sebagai tujuan, melainkan sebagai wasilah untuk bertaqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka kesenangan dari Allah telah menunggunya dengan setia.”
Wallahu a’lam bish shawab. [IK/Bersamadakwah. Disarikan dari Imata’us Sami’in bi Aushafil Hurun In]
Dalam kitab “Imata’us Sami’in bi Aushafil Hurun In” disebutkan 40 sifat bidadari berdasarkan Al Qur’an dan hadits-hadits Nabi. Lalu, siapakah yang paling banyak mendapatkan bidadari?
Di dalam hadits disebutkan bahwa secara umum, laki-laki penghuni surga akan dikarunia dua bidadari.
“Setiap orang diantara mereka (ahli surga) masing-masing beristrikan dua bidadari yang masing-masing memiliki 70 perhiasan” (HR. Tirmidzi)
Ada pula orang-orang khusus yang bukan hanya mendapatkan dua bidadari. Misalnya orang mati syahid. Mereka dianugerahi 72 bidadari.
“Orang yang mati syahid itu di sisi Allah akan mendapatkan tujuh keutamaan: akan diampuni (seluruh dosanya) pada saat awal terbunuhnya, akan diperlihatkan tempatnya di surga, akan selamat dari fitnah kubur, akan selamat dari hari yang sangat mencekam, akan dipasangkan di atas kepalanya sebuah mahkota kebesaran dari yaquut, yang hal itu nilainya lebih besar daripada dunia dan seisinya, akan dinikahkan dengan 72 Bidadari, dan akan diperbolehkan memberikan syafa’at bagi 70 anggota keluarganya” (HR. Tirmidzi)
Ibnu Qayyim Al Jauziyah berkata: “Orang yang paling sempurna dalam menikmati bidadari adalah orang yang paling menjaga tubuhnya dari sesuatu yang diharamkan (di dunia). Orang yang minum khamr di dunia, tidak akan meminumnya di akhirat. Laki-laki yang sering memakai sutra dan perhiasan emas, ia tidak mungkin dapat memakaianya di akhirat. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah, “Sesungguhnya khamr, sutra dan emas itu bagi mereka (non muslim) di dunia dan bagi kamu sekalian (muslim) di akhirat.” (HR. Bukhari)
Oleh karena itu, orang yang mengobral kesenangan di dunia, dia tidak akan mendapatkannya di akhirat. Pun sebaliknya, orang yang zuhud, tidak menjadikan kesenangan dunia sebagai tujuan, melainkan sebagai wasilah untuk bertaqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka kesenangan dari Allah telah menunggunya dengan setia.”
Wallahu a’lam bish shawab. [IK/Bersamadakwah. Disarikan dari Imata’us Sami’in bi Aushafil Hurun In]