Titit… titit… suara yang menandakan adanya pesan baru di WA ku berbunyi. Sebuah pesan mengisi layar hapeku yang ternyata isinya sangat me...
Titit… titit… suara yang menandakan adanya pesan baru di WA ku berbunyi. Sebuah pesan mengisi layar hapeku yang ternyata isinya sangat menarik untuk kita renungkan.
Jangan bangga dengan wajah cantik/ganteng dan bodi bagus, karena tubuh terakhir kita adalah tengkorak...
Jangan bangga punya motor dan mobil mewah, karena kendaraan terakhir kita adalah keranda..
Jangan bangga punya baju bagus dan mahal, karena pakaian terakhir kita adalah kain kafan...
Jangan bangga punya rumah bagus dan besar, karena tempat terakhir kita adalah kuburan...
Kita hidup di dunia ini sebagai musafir yang hanya numpang lewat, karena kehidupan kita yang kekal adalah akhirat...
Jangan sombong dan takabur!!!
Srep… Sebuah tulisan singkat tapi bermakna dalam. Astaghfirullahal’adziim. Ya Allah, ampunilah segala dosa-dosa ini. Jauhkanlah Ya Allah dari sifat sombong dan takabbur yang tersimpan dalam diri ini. Aamin. Terima kasih saudaraku yang telah mengingatkanku…
Sahabat, inilah kita. Bangga dengan diri sendiri, sombong merasa diri paling mampu, dan takabur seolah ini semua hanya karena hasil kerja keras kita. Sometimes, kita merasa paling segala-galanya. Entah itu paling cantik, paling kaya, paling pintar, paling alim, paling dermawan atau paling-paling yang lain. Tanpa kita sadari, ternyata predikat ‘paling’ itu sudah menjadi pakaian wajib dalam diri kita.
Sahabat, pernahkah perasaan-perasaan tersebut singgah di hati kita? Pernahkah perilaku-perilaku tersebut membuntuti langkah-langkah kita? Dan pernah nggak sih rasa ‘paling’ itu mewarnai darah merah kita? Jawabannya adalah “ya”.
Sahabat, sombong adalah menolak kebenaran dan melecehkan manusia (meremehkan manusia). Banyak orang lain yang sakit hati karena sifat yang satu ini. Banyak orang lain yang tega berbuat maksiat karena penyakit hati ini. Dan banyak orang lain menghalalkan segala cara akibat perilaku buruk ini. Astaghfirullahal’adziim.
Sahabat, sombong dapat menjauhkan kita dari kebenaran. Mengapa? Karena mereka menganggap bahwa merekalah yang paling hebat, paling berkuasa, paling pintar, dan seterusnya. Tak hanya itu, sombong juga bisa membuat penyakit hati kita bertambah. Misalnya; dengki, hasud dan riya’. Kok bisa? Karena sombong identik dengan sesuatu yang tak mau dikalahkan, merasa iri bila ada yang menyaingi dan selalu mencoba untuk pamer ketika melakukan sesuatu karena menginginkan pujian dari orang lain. Na’udzubillah…
Tak hanya dengan bertambahnya penyakit hati, akan tetapi dengan sombong yang sekecil apapun bisa menghapus semua pahala yang kita miliki, wahai Sahabat. Semua amalan ibadah yang telah lama kita pupuk, yang telah bertahun-tahun kita tabung, akan lenyap tak berbekas begitu saja ketika tanpa sengaja terbesit di hati “Wah inilah aku!”, atau “Siapa dulu yang melakukannya?”
Sahabat, ternyata sombong itu hadir karena beberapa hal yang kita miliki, yaitu : ilmu pengetahuan, amal ibadah, keturunan, fisik , harta dan seterusnya. Ketika gelar sarjana melekat di belakang nama kita –misalnya- kerap kali sifat ujub menyapa kita. Ketika amal ibadah kita melejit, rasa sombong datang menyapa. Saat keturunan kita sukses, rasa bangga hadir menyelimuti diri. Begitu juga dengan fisik dan harta kekayaan, akan membuat pesona ketakaburan kita semakin melejit.
Tapi sahabat, itu semua bisa kita atasi, bi idznillah. Kita bisa membasminya sampai ke akar-akarnya, asalkan kita selalu mengintropeksi diri dengan cara mengembalikan semua ini kepada Sang Rabb, karena kita tahu bahwa Dia adalah Sang Maha Agung. Ketika pujian datang menghampiri kita, kembalikan saja pada Yang Jabbar. Ketika kita melakukan sesuatu dan hasilnya sangat menguntungkan bagi semuanya, lagi-lagi kita kembalikan kepada Sang Mutakabbir. Dan ketika kita mendapatkan banyak kenikmatan, kembalikanlah kepada Yang Rozzaq. Kita, tak ada apa-apanya dibanding dengan semua milikNya. Kita itu, sangatlah kecil dan hina di hadapanNya. Jadi, pantaskah diri ini merasa sombong?!?!
Wallahu a’lam bish shawab. [Heny Rizani]
Jangan bangga dengan wajah cantik/ganteng dan bodi bagus, karena tubuh terakhir kita adalah tengkorak...
Jangan bangga punya motor dan mobil mewah, karena kendaraan terakhir kita adalah keranda..
Jangan bangga punya baju bagus dan mahal, karena pakaian terakhir kita adalah kain kafan...
Jangan bangga punya rumah bagus dan besar, karena tempat terakhir kita adalah kuburan...
Kita hidup di dunia ini sebagai musafir yang hanya numpang lewat, karena kehidupan kita yang kekal adalah akhirat...
Jangan sombong dan takabur!!!
Srep… Sebuah tulisan singkat tapi bermakna dalam. Astaghfirullahal’adziim. Ya Allah, ampunilah segala dosa-dosa ini. Jauhkanlah Ya Allah dari sifat sombong dan takabbur yang tersimpan dalam diri ini. Aamin. Terima kasih saudaraku yang telah mengingatkanku…
Sahabat, inilah kita. Bangga dengan diri sendiri, sombong merasa diri paling mampu, dan takabur seolah ini semua hanya karena hasil kerja keras kita. Sometimes, kita merasa paling segala-galanya. Entah itu paling cantik, paling kaya, paling pintar, paling alim, paling dermawan atau paling-paling yang lain. Tanpa kita sadari, ternyata predikat ‘paling’ itu sudah menjadi pakaian wajib dalam diri kita.
Sahabat, pernahkah perasaan-perasaan tersebut singgah di hati kita? Pernahkah perilaku-perilaku tersebut membuntuti langkah-langkah kita? Dan pernah nggak sih rasa ‘paling’ itu mewarnai darah merah kita? Jawabannya adalah “ya”.
Sahabat, sombong adalah menolak kebenaran dan melecehkan manusia (meremehkan manusia). Banyak orang lain yang sakit hati karena sifat yang satu ini. Banyak orang lain yang tega berbuat maksiat karena penyakit hati ini. Dan banyak orang lain menghalalkan segala cara akibat perilaku buruk ini. Astaghfirullahal’adziim.
Sahabat, sombong dapat menjauhkan kita dari kebenaran. Mengapa? Karena mereka menganggap bahwa merekalah yang paling hebat, paling berkuasa, paling pintar, dan seterusnya. Tak hanya itu, sombong juga bisa membuat penyakit hati kita bertambah. Misalnya; dengki, hasud dan riya’. Kok bisa? Karena sombong identik dengan sesuatu yang tak mau dikalahkan, merasa iri bila ada yang menyaingi dan selalu mencoba untuk pamer ketika melakukan sesuatu karena menginginkan pujian dari orang lain. Na’udzubillah…
Tak hanya dengan bertambahnya penyakit hati, akan tetapi dengan sombong yang sekecil apapun bisa menghapus semua pahala yang kita miliki, wahai Sahabat. Semua amalan ibadah yang telah lama kita pupuk, yang telah bertahun-tahun kita tabung, akan lenyap tak berbekas begitu saja ketika tanpa sengaja terbesit di hati “Wah inilah aku!”, atau “Siapa dulu yang melakukannya?”
Sahabat, ternyata sombong itu hadir karena beberapa hal yang kita miliki, yaitu : ilmu pengetahuan, amal ibadah, keturunan, fisik , harta dan seterusnya. Ketika gelar sarjana melekat di belakang nama kita –misalnya- kerap kali sifat ujub menyapa kita. Ketika amal ibadah kita melejit, rasa sombong datang menyapa. Saat keturunan kita sukses, rasa bangga hadir menyelimuti diri. Begitu juga dengan fisik dan harta kekayaan, akan membuat pesona ketakaburan kita semakin melejit.
Tapi sahabat, itu semua bisa kita atasi, bi idznillah. Kita bisa membasminya sampai ke akar-akarnya, asalkan kita selalu mengintropeksi diri dengan cara mengembalikan semua ini kepada Sang Rabb, karena kita tahu bahwa Dia adalah Sang Maha Agung. Ketika pujian datang menghampiri kita, kembalikan saja pada Yang Jabbar. Ketika kita melakukan sesuatu dan hasilnya sangat menguntungkan bagi semuanya, lagi-lagi kita kembalikan kepada Sang Mutakabbir. Dan ketika kita mendapatkan banyak kenikmatan, kembalikanlah kepada Yang Rozzaq. Kita, tak ada apa-apanya dibanding dengan semua milikNya. Kita itu, sangatlah kecil dan hina di hadapanNya. Jadi, pantaskah diri ini merasa sombong?!?!
Wallahu a’lam bish shawab. [Heny Rizani]