Pasien seorang dokter spesialis kesehatan jiwa datang dengan keluhan depresi berat karena telah membunuh anaknya. Ia seorang ibu yang mer...
Pasien seorang dokter spesialis kesehatan jiwa datang dengan keluhan depresi berat karena telah membunuh anaknya. Ia seorang ibu yang merasa sangat berdosa dan merasa dosanya tak diampuni. Sang dokter mendengarkan cerita itu dengan antusias dan empati. Lalu dalam psikoterapi yang biasa beliau lakukan pada pasiennya, beliau berujar,”Ibu, Allah itu maha pengampun. Sebesar apapun dosa hambanya dengan sebenar-benarnya taubat, ampunan Allah amat dekat…”(kisah nyata salah satu dokter spesialis kesehatan jiwa yang mengajar di kelas)
Saya adalah mahasiswa kedokteran semester lima. Gelar mahasiswa yang saya dapatkan dua tahun yang lalu membawa saya pada pemahaman. Pemahaman bahwa mahasiswa memiliki posisi yang potensial karena kedudukannya. Saya pernah menuliskannya ketika mendapat ilmu baru dengan mengikuti organisasi haroki kampus. Mahasiswa setara dengan rumus fisika, energi potensial. Karena mahasiswa mampu menjadi energi potensial wa bil khusus untuk dakwah ini. Berangkat dari pemahaman itu saya merapikan semangat untuk ikut andil dalam dakwah ini. Harokah dan lapangan. Dua kata itu yang saya kira akrab di telinga para pengemban dakwah. . Itulah kesimpulan saya ketika ikut berkecimpung dalam organisasi kampus yang skalanya lebih luas dari fakultas. Tapi kontras sekali dengan lapangan di kedokteran.
Sahabat, tahukah apa yang saya hadapi? Strategi dakwah yang kalian terapkan secara jamaah di kampus, membuat saya ditakuti. Saya membawa semangat dan strategi dakwah kalian dan menerapkan di lapangan FK. Kesalahannya, lapangan kita berbeda. Kalian ramai berukhuwah dan berjamaah dalam dakwah. Tapi saya merasa sendirian mengusung asa.
Mahasiswa kedokteran terkenal dengan apatisnya. Materi kuliah yang begitu sulit. Tugas jua begitu banyak. Buku-buku kuliah dengan tebal ribuan halaman menjadi teman hari-harinya. Lalu mana sempat mahasiswa kedokteran meluangkan waktu untuk memikirkan dakwah? Ini hanya sebuah retorika yang tak bermakna. Karena sejatinya, permasalahan disini begitu kompleks. Lebih kompleks ketika pemain sepak bola menggiring bola di lapangan yang licin. Ia bisa terpeleset. Sama halnya dengan lapangan fk, bisa-bisa kita tersungkur dan tak bangun lagi karena dakwah ini tak diterima bahkan ditakuti. Lalu apakah model dakwah kalian tak dapat diterima?
Sebenarnya saya sulit menuliskan apa permasalahan pokok dakwah di FK. Beberapa postulat telah saya rumuskan. Contohnya ialah pengetahuan dan minat mahasiswa FK tentang agamanya sendiri kurang. Bahkan untuk urusan aqidah, ibadah dan akhlak. Di samping itu, ada rasa takut terhadap metode dakwah yang ada. Kegiatan para aktivis yang mereka lihat dianggap terlalu radikal. Akibatnya, setiap kegiatan yang bertajuk Islam sepi oleh peserta. Lebih parahnya anggota lembaga dakwah fakultas(LDF) juga enggan untuk datang. Kalau seperti ini bagaimana permasalahan dari postulat di atas dapat terpecahkan? Ujungnya regenerasi dakwah FK mengalami stagnansi. Saya kadang merasa sendiri dalam dakwah ini.
Jika kita sibuk dengan ta’limat, syuro’,dan konsolidasi. Sapaan khusus akhi, ukhti, sibuk di internal sendiri, aktivis kumpulnya sama aktivis. Jilbab lebar untuk akhwat, celana dasar mengatung untuk ikhwan. Jilbab lebar tapi tidak ada batasan hubungan dengan ikhwan. Bahasa yang melangit dan perpolitikan kampus. Semua ini hanya sedikit pendapat mahasiwa FK tentang dakwah ini. Walaupun lebih tepatnya pendapat mereka tentang kita, para aktivis. Karena dakwah ini ialah dakwah islam, estafet dakwah nabi yang tak diragukan kebenarannya.
Satu yang kita lupakan bahwa metode dakwah begitu banyak. Ali bin Abi Thalib r.a. pernah mengatakan” Berbicaralah kepada manusia dengan ucapan yang mereka fahami”. Saya mengambil pendekatan lewat tulisan dan hikmah. Saya aktif menulis, pun beberapa hanya sebuah cerpen. Dengan tulisan, saya merangkum indahnya Islam. Tulisan yang menggandeng kedokteran dengan Islam yang sempurna. Oleh karena itu, saat ini saya menangguhkan cara dakwah kalian sahabat. Kita semua ingin islam tak ditakuti, bukan? Tiga muwashofat tarbiyah yang utama aqidah, ibadah dan akhlak adalah tujuannya. Karena dokter punya ranah dakwahnya sendiri, dakwah profesi. Kami, mahasiswa FK menjadi dokter yang mempunyai salimul aqidah (aqidah yang bersih), shahihul ibadah (ibadah yang benar) dan matinul khuluq (akhlak yang kokoh). Nantinya, keindahan islam dapat dirasakan oleh banyak insan termasuk pasien si dokter. Dan jika seperti itu, bukankah para dokter juga bisa berdakwah?
Dakwah tak terbatas oleh ruang dan waktu.. Ia membutuhkan prasyarat bahwa kita pengemban dakwah adalah seorang muslim. Selepas itu, siapa pun kita punya kewajiban untuk berdakwah. Memahaminya pun harus dengan pengertian yang luas. Tapi beberapa sangsi dan mempertanyakan, mana andilmu dalam dakwah ini? Mana harokimu? Lalu sekarang apakah model dakwah ini tak dapat diterima? Walaupun pada satu tempat ditakuti dan di tempat lain banyak yang sangsi. Dakwah akan terus menapaki tangga, menuju puncak kejayaan. []
Penulis : Nuraidah
Palembang
Saya adalah mahasiswa kedokteran semester lima. Gelar mahasiswa yang saya dapatkan dua tahun yang lalu membawa saya pada pemahaman. Pemahaman bahwa mahasiswa memiliki posisi yang potensial karena kedudukannya. Saya pernah menuliskannya ketika mendapat ilmu baru dengan mengikuti organisasi haroki kampus. Mahasiswa setara dengan rumus fisika, energi potensial. Karena mahasiswa mampu menjadi energi potensial wa bil khusus untuk dakwah ini. Berangkat dari pemahaman itu saya merapikan semangat untuk ikut andil dalam dakwah ini. Harokah dan lapangan. Dua kata itu yang saya kira akrab di telinga para pengemban dakwah. . Itulah kesimpulan saya ketika ikut berkecimpung dalam organisasi kampus yang skalanya lebih luas dari fakultas. Tapi kontras sekali dengan lapangan di kedokteran.
Sahabat, tahukah apa yang saya hadapi? Strategi dakwah yang kalian terapkan secara jamaah di kampus, membuat saya ditakuti. Saya membawa semangat dan strategi dakwah kalian dan menerapkan di lapangan FK. Kesalahannya, lapangan kita berbeda. Kalian ramai berukhuwah dan berjamaah dalam dakwah. Tapi saya merasa sendirian mengusung asa.
Mahasiswa kedokteran terkenal dengan apatisnya. Materi kuliah yang begitu sulit. Tugas jua begitu banyak. Buku-buku kuliah dengan tebal ribuan halaman menjadi teman hari-harinya. Lalu mana sempat mahasiswa kedokteran meluangkan waktu untuk memikirkan dakwah? Ini hanya sebuah retorika yang tak bermakna. Karena sejatinya, permasalahan disini begitu kompleks. Lebih kompleks ketika pemain sepak bola menggiring bola di lapangan yang licin. Ia bisa terpeleset. Sama halnya dengan lapangan fk, bisa-bisa kita tersungkur dan tak bangun lagi karena dakwah ini tak diterima bahkan ditakuti. Lalu apakah model dakwah kalian tak dapat diterima?
Sebenarnya saya sulit menuliskan apa permasalahan pokok dakwah di FK. Beberapa postulat telah saya rumuskan. Contohnya ialah pengetahuan dan minat mahasiswa FK tentang agamanya sendiri kurang. Bahkan untuk urusan aqidah, ibadah dan akhlak. Di samping itu, ada rasa takut terhadap metode dakwah yang ada. Kegiatan para aktivis yang mereka lihat dianggap terlalu radikal. Akibatnya, setiap kegiatan yang bertajuk Islam sepi oleh peserta. Lebih parahnya anggota lembaga dakwah fakultas(LDF) juga enggan untuk datang. Kalau seperti ini bagaimana permasalahan dari postulat di atas dapat terpecahkan? Ujungnya regenerasi dakwah FK mengalami stagnansi. Saya kadang merasa sendiri dalam dakwah ini.
Jika kita sibuk dengan ta’limat, syuro’,dan konsolidasi. Sapaan khusus akhi, ukhti, sibuk di internal sendiri, aktivis kumpulnya sama aktivis. Jilbab lebar untuk akhwat, celana dasar mengatung untuk ikhwan. Jilbab lebar tapi tidak ada batasan hubungan dengan ikhwan. Bahasa yang melangit dan perpolitikan kampus. Semua ini hanya sedikit pendapat mahasiwa FK tentang dakwah ini. Walaupun lebih tepatnya pendapat mereka tentang kita, para aktivis. Karena dakwah ini ialah dakwah islam, estafet dakwah nabi yang tak diragukan kebenarannya.
Satu yang kita lupakan bahwa metode dakwah begitu banyak. Ali bin Abi Thalib r.a. pernah mengatakan” Berbicaralah kepada manusia dengan ucapan yang mereka fahami”. Saya mengambil pendekatan lewat tulisan dan hikmah. Saya aktif menulis, pun beberapa hanya sebuah cerpen. Dengan tulisan, saya merangkum indahnya Islam. Tulisan yang menggandeng kedokteran dengan Islam yang sempurna. Oleh karena itu, saat ini saya menangguhkan cara dakwah kalian sahabat. Kita semua ingin islam tak ditakuti, bukan? Tiga muwashofat tarbiyah yang utama aqidah, ibadah dan akhlak adalah tujuannya. Karena dokter punya ranah dakwahnya sendiri, dakwah profesi. Kami, mahasiswa FK menjadi dokter yang mempunyai salimul aqidah (aqidah yang bersih), shahihul ibadah (ibadah yang benar) dan matinul khuluq (akhlak yang kokoh). Nantinya, keindahan islam dapat dirasakan oleh banyak insan termasuk pasien si dokter. Dan jika seperti itu, bukankah para dokter juga bisa berdakwah?
Dakwah tak terbatas oleh ruang dan waktu.. Ia membutuhkan prasyarat bahwa kita pengemban dakwah adalah seorang muslim. Selepas itu, siapa pun kita punya kewajiban untuk berdakwah. Memahaminya pun harus dengan pengertian yang luas. Tapi beberapa sangsi dan mempertanyakan, mana andilmu dalam dakwah ini? Mana harokimu? Lalu sekarang apakah model dakwah ini tak dapat diterima? Walaupun pada satu tempat ditakuti dan di tempat lain banyak yang sangsi. Dakwah akan terus menapaki tangga, menuju puncak kejayaan. []
Penulis : Nuraidah
Palembang
Tulisan ini adalah salah satu peserta
Kompetisi Menulis Pengalaman Dakwah (KMPD)
Kompetisi Menulis Pengalaman Dakwah (KMPD)