Namanya Sulaiman bin Yasar. Pemuda tampan dan gagah dari Madinah ini hendak menunaikan ibadah haji bersama seorang teman. Ketika keduanya...
Namanya Sulaiman bin Yasar. Pemuda tampan dan gagah dari Madinah ini hendak menunaikan ibadah haji bersama seorang teman. Ketika keduanya sampai di batas Madinah, temannya pergi ke pasar untuk membeli beberapa keperluan. Jadilah Sulaiman sendirian di dalam kemah.
Mengetahui Sulaiman tengah sendirian, seorang gadis bercadar menghampirinya. Di depan Sulaiman, gadis itu melepas cadarnya dan terlihatlah wajahnya yang cantik jelita.
“Sambutlah diriku...” kata gadis cantik itu.
Sulaiman mengambilkan sisa bekalnya dan memberikannya kepada gadis itu. Ia mengira sang gadis meminta makanan.
“Aku tidak menginginkan ini. Yang aku inginkan adalah dirimu,” kata gadis itu mempertegas rayuannya.
Sulaiman terkejut mengetahui maksud gadis itu. Ia segera meletakkan kepalanya di kedua lututnya sambil menangis tersedu-sedu. Sulaiman terus menangis.
Melihat sikap Sulaiman, gadis itu akhirnya kembali mengenakan cadarnya. Ia kemudian meninggalkan Sulaiman yang masih menangis sesenggukan.
“Hei, mengapa engkau menangis wahai Sulaiman?” kata temannya yang tiba di kemah, tak lama setelah gadis itu pergi.
Sulaiman pun berhenti menangis dan menceritakan apa yang baru saja terjadi. Kini, ganti teman Sulaiman yang menangis.
“Mengapa engkau menangis?” tanya Sulaiman.
“Aku lebih berhak menangis daripada dirimu. Sebab aku takut jika aku menjadi dirimu lalu aku tidak bisa kuat bersabar seperti dirimu.”
Ketika sampai di Mekkah, Sulaiman melakukan thawaf, sa’i, kemudian menuju Hijir Ismail. Di sana ia tertidur. Dalam tidurnya Sulaiman didatangi seorang laki-laki yang sangat tampan dan berbau sangat harum.
“Semoga Allah memberikan rahmat kepadamu. Siapakah engkau?” tanya Sulaiman.
“Aku adalah Yusuf.”
“Yusuf, Nabi Allah?” tanya Sulaiman hampir tak percaya, bercampur bahagia.
“Benar.”
“Aku mengalami peristiwa seperti yang engkau alami bersama putri yang cantik jelita,” kata Sulaiman.
“Peristiwa yang terjadi antara dirimu dengan temanmu sungguh sangat mengagumkan,” puji Nabi Yusuf. [Sumber: Qashashush Shaalihiin, karya Guru Besar Universitas Al Azhar Dr Mustafa Murad]
Mengetahui Sulaiman tengah sendirian, seorang gadis bercadar menghampirinya. Di depan Sulaiman, gadis itu melepas cadarnya dan terlihatlah wajahnya yang cantik jelita.
“Sambutlah diriku...” kata gadis cantik itu.
Sulaiman mengambilkan sisa bekalnya dan memberikannya kepada gadis itu. Ia mengira sang gadis meminta makanan.
“Aku tidak menginginkan ini. Yang aku inginkan adalah dirimu,” kata gadis itu mempertegas rayuannya.
Sulaiman terkejut mengetahui maksud gadis itu. Ia segera meletakkan kepalanya di kedua lututnya sambil menangis tersedu-sedu. Sulaiman terus menangis.
Melihat sikap Sulaiman, gadis itu akhirnya kembali mengenakan cadarnya. Ia kemudian meninggalkan Sulaiman yang masih menangis sesenggukan.
“Hei, mengapa engkau menangis wahai Sulaiman?” kata temannya yang tiba di kemah, tak lama setelah gadis itu pergi.
Sulaiman pun berhenti menangis dan menceritakan apa yang baru saja terjadi. Kini, ganti teman Sulaiman yang menangis.
“Mengapa engkau menangis?” tanya Sulaiman.
“Aku lebih berhak menangis daripada dirimu. Sebab aku takut jika aku menjadi dirimu lalu aku tidak bisa kuat bersabar seperti dirimu.”
Ketika sampai di Mekkah, Sulaiman melakukan thawaf, sa’i, kemudian menuju Hijir Ismail. Di sana ia tertidur. Dalam tidurnya Sulaiman didatangi seorang laki-laki yang sangat tampan dan berbau sangat harum.
“Semoga Allah memberikan rahmat kepadamu. Siapakah engkau?” tanya Sulaiman.
“Aku adalah Yusuf.”
“Yusuf, Nabi Allah?” tanya Sulaiman hampir tak percaya, bercampur bahagia.
“Benar.”
“Aku mengalami peristiwa seperti yang engkau alami bersama putri yang cantik jelita,” kata Sulaiman.
“Peristiwa yang terjadi antara dirimu dengan temanmu sungguh sangat mengagumkan,” puji Nabi Yusuf. [Sumber: Qashashush Shaalihiin, karya Guru Besar Universitas Al Azhar Dr Mustafa Murad]
Sulaiman bin Yasar diwafatkan Allah pada tahun 94 hijriyah. Imam Bukhari menyebut tahun itu sebagai tahun (wafatnya) fuqaha'. Sebab, Sulaiman bin Yasar adalah seorang fuqaha' tabi'in sekelas Said bin Musayyab, yang juga wafat di tahun yang sama.