Ada sebuah nasehat pendek dalam hadist yang hampir semua perawi meriwayatkannya, baik Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Imam Ahmad, Abu Dawud, m...
Ada sebuah nasehat pendek dalam hadist yang hampir semua perawi meriwayatkannya, baik Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Imam Ahmad, Abu Dawud, maupun An-Nasa’i.
الصِّيَامُ جُنَّةٌ
Puasa adalah benteng (Muttafaq ‘alaih)
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, benteng berarti dinding dari tembok (batu, tanah) untuk melindungi kota (tempat pasukan) dari serangan musuh. Bisa juga berarti tempat yang diperkuat dinding tembok dan sebagainya untuk kediaman prajurit.
Puasa sebagai benteng, sedikitnya membentengi pelakunya dari tiga hal:
1. Benteng terhadap syahwat
Dengan berpuasa, seseorang akan terbentengi dari syahwat, secara khusus dalam konotasi seksual. Sebab, lapar dan dahaga mampu menekan gejolak syahwat.
Karena itu, Rasulullah SAW memerintahkan para pemuda yang belum mampu menikah untuk berpuasa.
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian telah mampu maka nikahlah. Sesungguhnya ia lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Sedangkan barangsiapa yang tidak mampu maka berpuasalah, karena sesungguhnya puasa itu benteng baginya (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Benteng terhadap perbuatan maksiat
Selain syahwat seksual, puasa juga menjadi benteng bagi seorang muslim dari berbagai bentuk kemaksiatan. Baik kemaksiatan tangan, kaki, mata, lisan, maupun telinga. Puasa melatih pelakunya untuk menghindari perbuatan-perbuatan maksiat yang telah diketahui mampu menghilangkan pahala puasa. Inilah penjelasannya mengapa di bulan Ramadhan suasana keshalihan masyarakat kita lebih terasa.
الصِّيَامُ جُنَّةٌ ، فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّى صَائِمٌ
Puasa adalah perisai, maka barang siapa sedang berpuasa janganlah berkata keji dan berteriak keras, jika seseorang mencela atau mengajaknya bertengkar hendaklah dia mengatakan: aku sedang berpuasa. (Muttafaq ’alaih)
2. Benteng terhadap perbuatan sia-sia
Diantara ciri orang yang beriman adalah orang yang terbentengi dari perbuatas sia-sia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ
الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ
وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ
"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya," (QS. Al Mukminun : 1-5)
Puasa menjadi benteng bagi orang yang beriman dari perbuatan sia-sia, sebab puasa yang benar menarik pelakunya untuk memenuhi waktu-waktunya dengan ibadah dan kebaikan.
Pada akhirnya, puasa yang menjadi benteng bagi orang beriman dari tiga perkara tersebut akan menjadi benteng baginya pada hari kiamat dari siksa api neraka. [Danil S]
الصِّيَامُ جُنَّةٌ
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, benteng berarti dinding dari tembok (batu, tanah) untuk melindungi kota (tempat pasukan) dari serangan musuh. Bisa juga berarti tempat yang diperkuat dinding tembok dan sebagainya untuk kediaman prajurit.
Puasa sebagai benteng, sedikitnya membentengi pelakunya dari tiga hal:
1. Benteng terhadap syahwat
Dengan berpuasa, seseorang akan terbentengi dari syahwat, secara khusus dalam konotasi seksual. Sebab, lapar dan dahaga mampu menekan gejolak syahwat.
Karena itu, Rasulullah SAW memerintahkan para pemuda yang belum mampu menikah untuk berpuasa.
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
3. Benteng terhadap perbuatan maksiat
Selain syahwat seksual, puasa juga menjadi benteng bagi seorang muslim dari berbagai bentuk kemaksiatan. Baik kemaksiatan tangan, kaki, mata, lisan, maupun telinga. Puasa melatih pelakunya untuk menghindari perbuatan-perbuatan maksiat yang telah diketahui mampu menghilangkan pahala puasa. Inilah penjelasannya mengapa di bulan Ramadhan suasana keshalihan masyarakat kita lebih terasa.
الصِّيَامُ جُنَّةٌ ، فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّى صَائِمٌ
2. Benteng terhadap perbuatan sia-sia
Diantara ciri orang yang beriman adalah orang yang terbentengi dari perbuatas sia-sia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ
الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ
وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ
Puasa menjadi benteng bagi orang yang beriman dari perbuatan sia-sia, sebab puasa yang benar menarik pelakunya untuk memenuhi waktu-waktunya dengan ibadah dan kebaikan.
Pada akhirnya, puasa yang menjadi benteng bagi orang beriman dari tiga perkara tersebut akan menjadi benteng baginya pada hari kiamat dari siksa api neraka. [Danil S]