“Kita datang ke sini tidak untuk kembali. Kita hanya mempunyai dua pilihan, menaklukan negeri ini dan kemudian menetap disini atau kita se...
“Kita datang ke sini tidak untuk kembali. Kita hanya mempunyai dua pilihan, menaklukan negeri ini dan kemudian menetap disini atau kita semua binasa di tangan musuh”
Kata-kata bak mantera itu meluncur dari panglima Thariq bin Ziyad. Di bawah kepemimpinannya, bendera Islam berkibar di daratan Eropa. Thariq memimpin tentara Islam dari Afrika, mendarat di pantai Spanyol, dan menaklukannya.
Saat itu, Spanyol di bawah kekuasaan Gotik dari Jerman. Rakyat Spanyol ditindas. Petani dikenai pajak tinggi. Para perempuan dicabuli. Mereka, umumnya beragama Kristen dan Yahudi, lalu mengungsi dan minta perlindungan kepada daulah Islam di Afrika.
Salah seorang dari mereka adalah Julian, gubernur Ceuta yang putrinya telah dinodai oleh Raja Roderick, raja bangsa Gotik. Julian memohon kepada Musa bin Nushair, raja muda Islam di Afrika untuk memerdekakan negeri mereka dari penindasan Roderick. Musa mengabulkan permohonan itu dan memobilisasi pasukann dengan dibantu Thariq, bekas budak Roderick.
Pasukan Islam pun berangkat. Dari pantai Afrika, mereka berlayar dan mendarat di pantai Spanyol pada tahun 711 M. Dari atas karang pantai Spanyol yang kemudian hari ini dinamai Jabal Thariq (kalangan Barat menyebutnya Jibraltar) itu, Thariq mengobarkan semangat pasukan. Dia memerintahkan kapal-kapal yang telah mengangkut pasukan semuanya dibakar.
Apa yang ditunjukkan Thariq dengan membakar kapal adalah cerminan dari semangat dan daya juang tinggi. Kata yang tepat untuk menggambarkannya adalah militan. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan militan sebagai “bersemangat tinggi”, “penuh gairah”.
Seorang yang militan berarti orang yang memiliki semangat tinggi dalam memperjuangkan apa yang diyakininya. Daya juang yang tinggi itu tercermin dari kesiapan mereka untuk mengorbankan apa yang dimiliki –harta dan jiwa- untuk keridhoan Allah. "Berangkatlah kamu, baik dalam keadaan ringan ataupun merasa berat, dan dan berjihadlah dengan harta dan jiwa, pada jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS.At Taubah : 41)
Api semangat menyala-nyala dalam dada Thariq beserta segenap pasukannya. Api itu terus membakar spirit mereka untuk mencapai apa yang diperjuangkan menjadi result yang diharapkan, yaitu menaklukan Spanyol.
Thariq bin Ziyad adalah contoh dari sekian banyak pejuang militan. Militansi Thariq ini tumbuh subur dan berkembang di atas ranah iman. Dan keimanan kepada Allah adalah bahan bakar yang tiada habis yang menyalakan api semangat perjuangan.
Militansi yang tumbuh di atas iman akan terus tumbuh dengan zikir. Makin banyak mengingat Allah, semakin yakin akan pertolongan-Nya. Karenanya, orang yang militan akan konsisten menghadapi fase-fase perjuangan dan selalu berorientasi pada hasil: keridhoan Allah.
Bagi seorang yang mengaku pejuang militan yang punya keimanan yang kuat, maka ujian dakwah berupa celaan, hinaan, fitnah, hilangnya pekerjaan bahkan nyawa karena memperjuangkan agama Allah adalah sesuatu yang biasa. Semua itu dijadikan sebagai ajang pembuktian iman dan perlombaan untuk mendapat label "orang yang mulia" di hadapan Allah. Dia tidak akan berlomba menjadi "orang yang mulia" di mata manusia dengan mengejar karir, kedudukan, harta, anak & kelurga. Karena dia sadar bahwa itu kebahagiaan semu di "kampung dunia". Yang lebih utama baginya adalah "kampung akhirat" dimana ada surga di sana. Surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang di sana ada rumah, istana, makanan, minuman, suhu yang nyaman, pakaian yang bagus, wajah yang rupawan, pasangan hidup, dan segala hal yang dinginkan manusia. Itulah kebahagiaan yang hakiki bagi para pejuang militan yang mampu membuktikan keimanannya hingga hembusan nafas terakhir…
Selamat berjuang wahai para pejuang militan!
Kata-kata bak mantera itu meluncur dari panglima Thariq bin Ziyad. Di bawah kepemimpinannya, bendera Islam berkibar di daratan Eropa. Thariq memimpin tentara Islam dari Afrika, mendarat di pantai Spanyol, dan menaklukannya.
Saat itu, Spanyol di bawah kekuasaan Gotik dari Jerman. Rakyat Spanyol ditindas. Petani dikenai pajak tinggi. Para perempuan dicabuli. Mereka, umumnya beragama Kristen dan Yahudi, lalu mengungsi dan minta perlindungan kepada daulah Islam di Afrika.
Salah seorang dari mereka adalah Julian, gubernur Ceuta yang putrinya telah dinodai oleh Raja Roderick, raja bangsa Gotik. Julian memohon kepada Musa bin Nushair, raja muda Islam di Afrika untuk memerdekakan negeri mereka dari penindasan Roderick. Musa mengabulkan permohonan itu dan memobilisasi pasukann dengan dibantu Thariq, bekas budak Roderick.
Pasukan Islam pun berangkat. Dari pantai Afrika, mereka berlayar dan mendarat di pantai Spanyol pada tahun 711 M. Dari atas karang pantai Spanyol yang kemudian hari ini dinamai Jabal Thariq (kalangan Barat menyebutnya Jibraltar) itu, Thariq mengobarkan semangat pasukan. Dia memerintahkan kapal-kapal yang telah mengangkut pasukan semuanya dibakar.
Apa yang ditunjukkan Thariq dengan membakar kapal adalah cerminan dari semangat dan daya juang tinggi. Kata yang tepat untuk menggambarkannya adalah militan. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan militan sebagai “bersemangat tinggi”, “penuh gairah”.
Seorang yang militan berarti orang yang memiliki semangat tinggi dalam memperjuangkan apa yang diyakininya. Daya juang yang tinggi itu tercermin dari kesiapan mereka untuk mengorbankan apa yang dimiliki –harta dan jiwa- untuk keridhoan Allah. "Berangkatlah kamu, baik dalam keadaan ringan ataupun merasa berat, dan dan berjihadlah dengan harta dan jiwa, pada jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS.At Taubah : 41)
Api semangat menyala-nyala dalam dada Thariq beserta segenap pasukannya. Api itu terus membakar spirit mereka untuk mencapai apa yang diperjuangkan menjadi result yang diharapkan, yaitu menaklukan Spanyol.
Thariq bin Ziyad adalah contoh dari sekian banyak pejuang militan. Militansi Thariq ini tumbuh subur dan berkembang di atas ranah iman. Dan keimanan kepada Allah adalah bahan bakar yang tiada habis yang menyalakan api semangat perjuangan.
Militansi yang tumbuh di atas iman akan terus tumbuh dengan zikir. Makin banyak mengingat Allah, semakin yakin akan pertolongan-Nya. Karenanya, orang yang militan akan konsisten menghadapi fase-fase perjuangan dan selalu berorientasi pada hasil: keridhoan Allah.
Bagi seorang yang mengaku pejuang militan yang punya keimanan yang kuat, maka ujian dakwah berupa celaan, hinaan, fitnah, hilangnya pekerjaan bahkan nyawa karena memperjuangkan agama Allah adalah sesuatu yang biasa. Semua itu dijadikan sebagai ajang pembuktian iman dan perlombaan untuk mendapat label "orang yang mulia" di hadapan Allah. Dia tidak akan berlomba menjadi "orang yang mulia" di mata manusia dengan mengejar karir, kedudukan, harta, anak & kelurga. Karena dia sadar bahwa itu kebahagiaan semu di "kampung dunia". Yang lebih utama baginya adalah "kampung akhirat" dimana ada surga di sana. Surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang di sana ada rumah, istana, makanan, minuman, suhu yang nyaman, pakaian yang bagus, wajah yang rupawan, pasangan hidup, dan segala hal yang dinginkan manusia. Itulah kebahagiaan yang hakiki bagi para pejuang militan yang mampu membuktikan keimanannya hingga hembusan nafas terakhir…
Selamat berjuang wahai para pejuang militan!
Penulis : Oktarizal Rais
Alumni Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam Solo