Saya hanya tertegun saat membaca tulisan di cover salah satu buku agenda saya: “Jika kamu berpikir, ‘kok mendadak gak tenang gini ya?” mak...
Saya hanya tertegun saat membaca tulisan di cover salah satu buku agenda saya: “Jika kamu berpikir, ‘kok mendadak gak tenang gini ya?” maka Allah menjawab “…. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS. 13 : 28). Buku yang sengaja dibelikan oleh teman seasrama saya dulu selalu mengingatkan saya bagaimana ketika sedang gundah gulana, maka Allah adalah sebaik-baik solusi.
Dulu saat sedang galau-galaunya juga, saya sempat cerita sama seorang kakak di asrama tentang kegalauan saya lewat sebuah chatting di facebook, “Mbak, kok aku galau gini sih. Bingung aku. Ini gak selesai, itu gak selesai …” dan sederetan keluhan saya lainnya. Maka kakak saya dengan singkatnya menjawab “Kamu galau Nur? Allah solusinya.” Huft… saya langsung lemes. “Emang bener sih Allah solusinya,” kata saya dalam hati.
Ya, karena curhat kepada teman, mengadu, mengeluh di facebook atau twitter, yang kemudian dibaca entah berapa banyak orang gak akan menjamin kita bakal menadapat solusi yang pas. Kalaupun ia, paling sebatas saran dan nasehat. Misalkan nih kita update status seperti ini: “Duuuh sedang galau nih, skripsi gak selesai-selesai.” Paling-paling teman-teman yang komen juga bilang gini: “Skripsinya kenapa to? skripsi ya dikerjain bukan digalauin.” Malah yang lebih sadis lagi bilang, “kasihan deh loe.” Nah lho, kena kan? Kalau kayak gini, apa gak nambahin galau tuh??
Lain lagi kalau kita mengadu kepada Allah, mengeluhnya sama Allah. Tanpa kita sadari pikiran kita jadi lancar, ide bermunculan, urusan birokrasi dipermudah. Akhirnya skripsi selesai juga, meski deadline daftar untuk ujian tinggal beberapa hari. Nah siapa sangka?
Akhwati fillah… pikiran galau, gundah, mellow, dan apalah sejenisnya sebenarnya bukan hanya disebabkan oleh banyaknya permasalahan yang sedang kita hadapi. Namun ada beberapa hal yang harus kita instrospeksi dari diri kita. Dalam hal ini ustadz Sholihun, salah seorang pengasuh PPMa Islamic Center Yogyakarta, membagi menjadi dua hal. Yang pertama adalah kesalahan-kesalahan yang tidak kita sengaja. Kadangkala tanpa kita sadari kita sering melakukan kesalahan-kesalahan kecil. Seperti meng-ghasab (memakai tanpa izin) sandal teman kita, menyakiti perasaan sahabat kita tanpa sengaja, dan lain sebagainya. Yang jika itu dibiarkan bisa menyebabkan dosa yang bertumpuk dan kemudian membuat hati kita tidak tenang, galau, gundah gulana.
Dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, beliau bersabda “Kebajikan adalah akhlak terpuji, sedangkan dosa adalah apa yang meresahkan jiwamu serta engkau tidak suka apabila masalah itu diketahui orang lain.” Dari hadits ini nampak jelas, bahwa dosa adalah segala sesuatu yang meresahkan jiwa, dosa adalah sesuatu yang membuat kita galau. Dan dosa-dosa itu berawal dari kesalahan-kesalahan yang kita lakukan baik itu sengaja ataupun tidak.
Yang kedua, kurang maksimalnya ibadah. Mungkin selama ini kita lupa untuk mengevaluasi bagaimana shalat kita, apakah shalat kita sudah benar. Seberapa banyak tilawah kita dan amalan yaumiyah kita yang lain. Apakah kita sudah berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanannya dengan baik? Ataukah malah sebaliknya? Ini yang harus kita cari tahu. Sehingga dengan begitu kita bisa memperbaikinya dan meningkatkan lagi amalan-amalan yang kurang maksimal.
Setelah kita mengetahui akar permasalahan galau tersebut, ada baiknya kita segera memperbaiki kesalah-kesalahan yang terjadi. Apabila itu kesalahannya dengan manusia maka kita segera meminta maaf dan apabila kesalahannya kepada Allah maka hendaknya kita segera bertaubat kepada-Nya. Setelah itu kita perbaiki ibadah kita. Kita tingkatkan kualitas dan kuantitasnya. Dengan begitu kita akan lebih dekat dengan-Nya, sehingga doa-doa kita diijabah oleh Allah. [Ukhtu Emil]
Dulu saat sedang galau-galaunya juga, saya sempat cerita sama seorang kakak di asrama tentang kegalauan saya lewat sebuah chatting di facebook, “Mbak, kok aku galau gini sih. Bingung aku. Ini gak selesai, itu gak selesai …” dan sederetan keluhan saya lainnya. Maka kakak saya dengan singkatnya menjawab “Kamu galau Nur? Allah solusinya.” Huft… saya langsung lemes. “Emang bener sih Allah solusinya,” kata saya dalam hati.
Ya, karena curhat kepada teman, mengadu, mengeluh di facebook atau twitter, yang kemudian dibaca entah berapa banyak orang gak akan menjamin kita bakal menadapat solusi yang pas. Kalaupun ia, paling sebatas saran dan nasehat. Misalkan nih kita update status seperti ini: “Duuuh sedang galau nih, skripsi gak selesai-selesai.” Paling-paling teman-teman yang komen juga bilang gini: “Skripsinya kenapa to? skripsi ya dikerjain bukan digalauin.” Malah yang lebih sadis lagi bilang, “kasihan deh loe.” Nah lho, kena kan? Kalau kayak gini, apa gak nambahin galau tuh??
Lain lagi kalau kita mengadu kepada Allah, mengeluhnya sama Allah. Tanpa kita sadari pikiran kita jadi lancar, ide bermunculan, urusan birokrasi dipermudah. Akhirnya skripsi selesai juga, meski deadline daftar untuk ujian tinggal beberapa hari. Nah siapa sangka?
Akhwati fillah… pikiran galau, gundah, mellow, dan apalah sejenisnya sebenarnya bukan hanya disebabkan oleh banyaknya permasalahan yang sedang kita hadapi. Namun ada beberapa hal yang harus kita instrospeksi dari diri kita. Dalam hal ini ustadz Sholihun, salah seorang pengasuh PPMa Islamic Center Yogyakarta, membagi menjadi dua hal. Yang pertama adalah kesalahan-kesalahan yang tidak kita sengaja. Kadangkala tanpa kita sadari kita sering melakukan kesalahan-kesalahan kecil. Seperti meng-ghasab (memakai tanpa izin) sandal teman kita, menyakiti perasaan sahabat kita tanpa sengaja, dan lain sebagainya. Yang jika itu dibiarkan bisa menyebabkan dosa yang bertumpuk dan kemudian membuat hati kita tidak tenang, galau, gundah gulana.
Dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, beliau bersabda “Kebajikan adalah akhlak terpuji, sedangkan dosa adalah apa yang meresahkan jiwamu serta engkau tidak suka apabila masalah itu diketahui orang lain.” Dari hadits ini nampak jelas, bahwa dosa adalah segala sesuatu yang meresahkan jiwa, dosa adalah sesuatu yang membuat kita galau. Dan dosa-dosa itu berawal dari kesalahan-kesalahan yang kita lakukan baik itu sengaja ataupun tidak.
Yang kedua, kurang maksimalnya ibadah. Mungkin selama ini kita lupa untuk mengevaluasi bagaimana shalat kita, apakah shalat kita sudah benar. Seberapa banyak tilawah kita dan amalan yaumiyah kita yang lain. Apakah kita sudah berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanannya dengan baik? Ataukah malah sebaliknya? Ini yang harus kita cari tahu. Sehingga dengan begitu kita bisa memperbaikinya dan meningkatkan lagi amalan-amalan yang kurang maksimal.
Setelah kita mengetahui akar permasalahan galau tersebut, ada baiknya kita segera memperbaiki kesalah-kesalahan yang terjadi. Apabila itu kesalahannya dengan manusia maka kita segera meminta maaf dan apabila kesalahannya kepada Allah maka hendaknya kita segera bertaubat kepada-Nya. Setelah itu kita perbaiki ibadah kita. Kita tingkatkan kualitas dan kuantitasnya. Dengan begitu kita akan lebih dekat dengan-Nya, sehingga doa-doa kita diijabah oleh Allah. [Ukhtu Emil]