Judul buku : Rumah Kita Penuh Berkah Penulis : Dwi Budiyanto Penerbit : Era Adicitra Intermedia, Solo Cetakan ke : 1 Tahun Terbit : Jumada...
Judul buku : Rumah Kita Penuh Berkah
Penulis : Dwi Budiyanto
Penerbit : Era Adicitra Intermedia, Solo
Cetakan ke : 1
Tahun Terbit : Jumadats Tsaniyah 1431/Juni 2010
Tebal Buku : xvi + 192 hlm
Pernahkah Anda mengoreksi doa orang yang datang di hari pernikahan Anda? Mungkin itu menjadi sangat aneh di zaman sekarang, tetapi Uqail bin Abu Thalib pernah melakukannya. Hari itu Uqail bin Abu Thalib tengah melangsungkan pernikahan. “Bir rafa’i wal banin, semoga bahagia dan banyak anak!” kata tamu lelaki mendoakannya.
“Jangan kalian mengatakan demikian, karena sesungguhnya Rasulullah SAW telah melarang hal tersebut.”
“Kalau demikian, apa yang harus kami ucapkan, wahai Abu Zaid?”
“Katakanlah oleh kalian,” jawab Uqail meluruskan doa mereka, “Baarakallaahu laka wa baaraka ‘alaika, wa jama’a bainakuma fii khair. Semoga Allah mengkaruniakan barakah kepadamu, dan semoga Ia limpahkan barakah atasmu, dan semoga Ia menghimpun kalian berdua dalam kebaikan. Demikian yang diperintahkan kepada kita”
Keluarga adalah tangga kedua dalam maratibul amal. Islahul Usrah, dalam istilah Hasan Al Banna. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah dan lainnya di atas, keluarga muslim, terlebih keluarga dakwah diharapkan menjadi barakah, bukan sekedar bahagia. Berangkat dari hadits ini pula, Rumah Kita Penuh Berkah dipilih menjadi judul buku ini.
Peran Keluarga Dakwah di Mihwar Daulah
Ketika dakwah memasuki mihwar daulah, tidak berarti peran keluarga dakwah terabaikan. Bahkan, perannya akan menjadi lebih besar, mengikuti meluasnya orbit dakwah ini. Rumah Kita Penuh Berkah menjelaskan enam peran keluarga dakwah di mihwar daulah sebagai berikut:
Pendukung Utama Dakwah
Orang-orang besar yang sukses dalam dakwah, hampir selalu memiliki keluarga yang menjadi pendukung utama dakwah. Tak terkecuali para Nabi. Jika Rasulullah di awal dakwahnya memiliki keluarga Khadijah, demikian pula Nabi dan Rasul sebelumnya. Hatta, Nabi Luth yang istrinya berada dalam kekafiran juga sangat menyadari peran besar keluarga sebagai pendukung utama dakwah. Dwi Budiyanto menjelaskan QS. Hud ayat 80 sebagai contoh.
Demikian pula tokoh dakwah dan ulama setelah para Nabi dan Rasul. Mohammad Natsir, misalnya. Gelang emas istrinya seringkali berpindah ke pegadaian ketika Pendis (sekolah Islam yang didirikan Mohammad Natsir) membutuhkan dana. Di samping itu, dengan visi bersama (shared vision), istrinya juga mewaqafkan tenaganya untuk mendidik di Pendis.
Memperkokoh Basis Sosial
Peran kedua keluarga dakwah yang dijelaskan dalam buku Rumah Kita Penuh Berkah ini adalah memperkokoh basis sosial (al-qa’idah al-ijtima’iyah). Ini didasari bahwa keluarga adalah basis perubahan di masyarakat. Perannya dalam tajnid bukan hanya seseorang bergabung bersama dakwah melalui dakwah keluarga, tetapi keluarga dakwah juga mengarahkan masyarakat lebih dekat dengan kultur keislaman.
Karenanya, keluarga dakwah perlu memiliki kredibilitas sosial (mishdaaqiyyah ijtima’iyah) dengan mendasarkan kehidupannya pada nilai-nilai Islam serta menebar kemanfaatan pada masyarakatnya. Dari sana, lahirlah kontribusi balik dari masyarakat terhadap dakwah, baik langsung berupa keterlibatan dan afiliasi mereka dalam dakwah, atau tidak langsung dalam bentuk pembelaan.
Pendidikan Politik Dakwah
Inilah peran ketiga keluarga dakwah di mihwar daulah. Keluarga memiliki peran besar dalam pendidikan politik (tarbiyah siyasiyah). Setidaknya, ada dua arah pendidikan politik yang perlu dilakukan keluarga dakwah. Pertama, pendidikan politik yang diarahkan untuk anggota keluarga. Kedua, pendidikan politik yang dilakukan keluarga dakwah untuk masyarakat.
Rumah Kita Penuh Berkah juga memberikan kiat dalam pendidikan politik ini. Yakni mendahuluinya dengan kredibilitas sosial, melakukan pendidikan politik secara kontinyu bukan hanya menjelang pemilu, dan pendidikan politik harus berada dalam bingkai pendidikan Islam. Sebab dakwah menghajatkan terbentuknya kepribadian islami masyarakat lebih dari sekedar kesadaran dan partisipasi politik.
Menyiapkan Pelaku Mihwar
Semakin memasuki wilayah-wilayah publik, dakwah semakin bersinggungan dengan banyak kepentingan, baik secara ideologis maupun pragmatis. Itu artinya, semakin banyak pula diperlukan pelaku mihwar, yang dalam konteks ini diistilahkan oleh Dwi Budiyanto sebagai muslim negarawan.
Menggiatkan Kerja-kerja Pelayanan dan Advokasi
Khairun nas anfa’uhum lin naas. Demikian pula keluarga dakwah. Sebaik-baik keluarga adalah yang paling bermanfaat bagi masyarakatnya. Terlebih ketika keluarga merupakan miniatur dakwah. Maka ketika kerja-kerja pelayanan dan advokasi itu diberikan oleh keluarga dakwah, masyarakat akan memberikan penilaian yang positif terhadap dakwah. Setidaknya, ada pembelaan kepada keluarga dakwah itu atau anggotanya ketika suatu saat difitnah. Atau kesetiaan yang lebih besar akan didapatkan dari masyarakat. Seperti hadits Nabi yang lain: an-naasu yuwalluuna ‘ala man khadamahum.
Penjaga Moralitas
Peran keenam keluarga dakwah di mihwar daulah adalah sebagai penjaga moral. Mihwar daulah yang menghajatkan rijalud daulah dalam jumlah yang banyak harus didukung dengan keluarga sebagai penjaga moral. Yang memastikan bahwa seluruh anggota keluarga dakwah tetap berada dalam asholah dakwah dengan berpijak pada akhlak islami.
Yang Perlu Dilakukan Keluarga Dakwah
Selain berusaha melakukan enam peran di atas, keluarga dakwah perlu memfokuskan diri dalam persiapan memasuki mihwar daulah dengan aktifitas yang dipaparkan Rumah Kita Penuh Berkah, diantaranya sebagai berikut:
Mendirikan Madrasah Politik di Rumah Kita
Bagian kedua buku ini setelah pemaparan mengenai peran keluarga dakwah di mihwar daulah ini merupakan penjelasan atas peran ketiga: pendidikan politik. Keluarga dakwah perlu sejak dini menanamkan kesadaran akan makna kepemimpinan, membiasakan musyawarah, saling belajar, mencurahkan perhatian, pengkondisian keluarga yang positif, serta penggunaan bahasa dan simbol sewaktu-waktu untuk pendidikan politik.
Menyemai Kesadaran Masyarakat
Bagian ketiga buku Rumah Kita Penuh Berkah ini bukan saja merupakan langkah membangun kredibilitas sosial, tetapi juga merupakan bagian dari pendidikan politik yang dilakukan keluarga dakwah terhadap masyarakat. Berperilaku baik terhadap tetangga, aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, mengintensifkan dakwah amah di tengah-tengah masyarakat, menjaga komunikasi dan silaturahim, menyelenggarakan pelatihan-pelatihan politik, dan melakukan pemberdayaan masyarakat adalah langkah-langkah yang direkomendasikan buku Rumah Kita Penuh Berkah.
Menabur Cinta, Menjaga Rumah Kita
Dua bagian terkahir dari buku Rumah Kita Penuh Berkah berisi kiat-kiat menjaga keluarga dari segala ancaman yang berpotensi merusaknya, serta bagaimana menabur cinta dalam keluarga. Hingga, seperti judul buku ini, Rumah Kita Penuh Berkah. Tentu lebih indah dan jelasnya, pembaca perlu membaca sendiri seri 100 buku pengokohan tarbiyah ke-18 ini. Wallaahu a’lam bish shawab. [Muchlisin]