Memang tidak tercatat tanggalnya. Yang pasti, pada bulan ini, April, 61 tahun yang lalu. Hasan Al-Banna menulis artikel mengenang para syuha...
Memang tidak tercatat tanggalnya. Yang pasti, pada bulan ini, April, 61 tahun yang lalu. Hasan Al-Banna menulis artikel mengenang para syuhada Perang Kafr Deirum: “Para syuhada yang berjumlah dua belas orang itu, terutama Husin Al-Holus yang telah dipilih Allah sebagai syuhada dalam peristiwa kecelakaan kendaraan di Sinai saat mengirim logistik, telah mengajarkan kepada kader Ikhwan, keluarga asy-syahid dan umat Islam Mesir tentang kebenaran iman sejati”
Kebenaran iman sejati. Ia tidak dibuktikan dengan kata-kata yang indah, orasi yang menggebu, atau tulisan yang heroik. Tidak. Ia dibuktikan dengan amal. Dan amal yang paling berat adalah jihad.
Seperti halnya saat orang-orang badui mengatakan keimanannya kepada Rasulullah. Al-Qur’an merekamnya dengan bahasa yang sangat indah dan sarat makna:
قَالَتِ الْأَعْرَابُ آَمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurat : 14)
Keimanan tidak serta merta "hadir" tatkala lisan mengucapkannya. Nabi pun menjelaskan bahwa itu baru tahapan "Islam" karena memang mereka baru "mengikuti" secara fisik Islam yang saat itu teruji kebenarannya; dalam argumentasi dan juga peperangan. Iman yang sesungguhnya baru "diakui" saat ia terpatri dalam kalbu tanpa ragu-ragu dan mewujud dalam amal. Ayat berikutnya menegaskan hal ini:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (QS. Al-Hujurat : 15)
Ketika menafsirkan jihad dalam ayat ini, Ibnu Katsir berkomentar singkat: mereka mengorbankan diri dan harta mereka yang disayangi untuk ketaatan kepada Allah dan ridha-Nya.
Lebih jauh Sayyid Qutb menjelaskan keimanan yang menggerakkan mukmin untuk berjihad ini karena: “Seseorang takkan sanggup menahan pemisahan antara gambaran keimanan yang ada dalam perasannya dan gambaran realitas yang ada di sekitarnya. Sebab, pemisahan ini akan menyakitinya dan menohoknya setiap saat. Karena itu, diapun berjihad di jalan Allah dengan harta dan nyawa. Itulah gerakan murni yang bersumber dari hati seorang mukmin. Gerakan ini dimaksudkan untuk merealisasikan sosok cemerlang yang ada dalam kalbunya agar tampak terejawantah dalam realitas kehidupan dan di kalangan manusia.”
Seperti Husein Al-Holus. Keimanan membuatnya bergegas dengan suka cita. Ia mengawal pengiriman logistik kepada para mujahidin Ikhwan yang sedang berjihad melawan Inggris di Palestina. Ketika berada di daerah Sinai kendaraannya terbalik. Ia syahid. Logistik memang belum sampai, tetapi cita-citanya telah tercapai. [Muchlisin]
Kebenaran iman sejati. Ia tidak dibuktikan dengan kata-kata yang indah, orasi yang menggebu, atau tulisan yang heroik. Tidak. Ia dibuktikan dengan amal. Dan amal yang paling berat adalah jihad.
Seperti halnya saat orang-orang badui mengatakan keimanannya kepada Rasulullah. Al-Qur’an merekamnya dengan bahasa yang sangat indah dan sarat makna:
قَالَتِ الْأَعْرَابُ آَمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurat : 14)
Keimanan tidak serta merta "hadir" tatkala lisan mengucapkannya. Nabi pun menjelaskan bahwa itu baru tahapan "Islam" karena memang mereka baru "mengikuti" secara fisik Islam yang saat itu teruji kebenarannya; dalam argumentasi dan juga peperangan. Iman yang sesungguhnya baru "diakui" saat ia terpatri dalam kalbu tanpa ragu-ragu dan mewujud dalam amal. Ayat berikutnya menegaskan hal ini:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (QS. Al-Hujurat : 15)
Ketika menafsirkan jihad dalam ayat ini, Ibnu Katsir berkomentar singkat: mereka mengorbankan diri dan harta mereka yang disayangi untuk ketaatan kepada Allah dan ridha-Nya.
Lebih jauh Sayyid Qutb menjelaskan keimanan yang menggerakkan mukmin untuk berjihad ini karena: “Seseorang takkan sanggup menahan pemisahan antara gambaran keimanan yang ada dalam perasannya dan gambaran realitas yang ada di sekitarnya. Sebab, pemisahan ini akan menyakitinya dan menohoknya setiap saat. Karena itu, diapun berjihad di jalan Allah dengan harta dan nyawa. Itulah gerakan murni yang bersumber dari hati seorang mukmin. Gerakan ini dimaksudkan untuk merealisasikan sosok cemerlang yang ada dalam kalbunya agar tampak terejawantah dalam realitas kehidupan dan di kalangan manusia.”
Seperti Husein Al-Holus. Keimanan membuatnya bergegas dengan suka cita. Ia mengawal pengiriman logistik kepada para mujahidin Ikhwan yang sedang berjihad melawan Inggris di Palestina. Ketika berada di daerah Sinai kendaraannya terbalik. Ia syahid. Logistik memang belum sampai, tetapi cita-citanya telah tercapai. [Muchlisin]