Masih sangat muda. Usianya baru 24 tahun saat ia mendirikan sebuah pesantren yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa. 2...
Masih sangat muda. Usianya baru 24 tahun saat ia mendirikan sebuah pesantren yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa. 27 tahun kemudian ia mengukir prestasi monumentalnya: mendirikan organisasi yang saat ini menjadi ormas Islam terbesar di Indonesia. 135 tahun sudah dari kelahirannya pada 10 April 1875. Ia tidak lain adalah KH. Hasyim Asyari.
Lalu rahasia apa yang menjadikan ia begitu hebat? Pembelajaran. Ia menorehkan sejarah hidupnya sebagai sang pembelajar. Sejak masa muda ia memilih hidup sebagai pembelajar. Masa kecilnya dihabiskan untuk belajar di Pesantren Nggedong milik kakeknya, Kyai Usman. Menginjak 15 tahun adalah masa-masa yang akan berpengaruh besar bagi hidupnya. Sebab sejak saat itu Hasyim Asyari muda berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren. Diantaranya Pesantren Wonokroya di Probolinggo, Pesantren Siwalan di Sidoarjo, Pesantren Kademangan di Bangkalan, Pesantren Langitan di Tuban, dan Pesantren Trenggilis di Semarang.
Memasuki usia 17 tahun ia melanjutkan pembelajarannya ke Makkah. Di sana Hasyim Asyari berguru pada Syaikh Ahmad Khatib dan Syaikh Mahfudz At-Tarmisi.
KH. Hasyim Asyari telah lama tiada. Namun semangat pembelajarannya masih hidup untuk mengajari kita. Bahwa menjadi Sang Pembelajar adalah pilihan wajib bagi seorang muslim. Apalagi bagi seorang dai.
Mereka yang puas dengan ilmu yang dimiliki sekarang lalu menghentikan pembelajaran hanya memiliki dua kemungkinan: ia telah takabur, atau ia bodoh. Mereka yang malas belajar akan terseret pada banyak kerusakan, terutama saat-saat menemui masalah yang baru. Seperti kata Umar bin Abdul Aziz: "Barangsiapa yang beramal tanpa didasari ilmu, maka unsur merusaknya lebih banyak dari pada maslahatnya."
Karenanya kita lihat dalam sejarah Islam, semua tokoh, orang-orang besar dan para ulama'nya adalah para pembelajar. Orang-orang baiknya, dalam bidang apapun, adalah para pembelajar. Karena dari pembelajaran didapatkanlah ilmu. Dan ilmu adalh sumber kebaikan. Inilah yang dimaksud oleh hadits Rasulullah: "Barangsiapa yang dikehendaki Allah dengan kebaikan, Allah pasti memahamkan kepadanya urusan agama ini." (Muttafaq alaih)
Maukah kau menjadi pembelajar? [Muchlisin]
Lalu rahasia apa yang menjadikan ia begitu hebat? Pembelajaran. Ia menorehkan sejarah hidupnya sebagai sang pembelajar. Sejak masa muda ia memilih hidup sebagai pembelajar. Masa kecilnya dihabiskan untuk belajar di Pesantren Nggedong milik kakeknya, Kyai Usman. Menginjak 15 tahun adalah masa-masa yang akan berpengaruh besar bagi hidupnya. Sebab sejak saat itu Hasyim Asyari muda berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren. Diantaranya Pesantren Wonokroya di Probolinggo, Pesantren Siwalan di Sidoarjo, Pesantren Kademangan di Bangkalan, Pesantren Langitan di Tuban, dan Pesantren Trenggilis di Semarang.
Memasuki usia 17 tahun ia melanjutkan pembelajarannya ke Makkah. Di sana Hasyim Asyari berguru pada Syaikh Ahmad Khatib dan Syaikh Mahfudz At-Tarmisi.
KH. Hasyim Asyari telah lama tiada. Namun semangat pembelajarannya masih hidup untuk mengajari kita. Bahwa menjadi Sang Pembelajar adalah pilihan wajib bagi seorang muslim. Apalagi bagi seorang dai.
Mereka yang puas dengan ilmu yang dimiliki sekarang lalu menghentikan pembelajaran hanya memiliki dua kemungkinan: ia telah takabur, atau ia bodoh. Mereka yang malas belajar akan terseret pada banyak kerusakan, terutama saat-saat menemui masalah yang baru. Seperti kata Umar bin Abdul Aziz: "Barangsiapa yang beramal tanpa didasari ilmu, maka unsur merusaknya lebih banyak dari pada maslahatnya."
Karenanya kita lihat dalam sejarah Islam, semua tokoh, orang-orang besar dan para ulama'nya adalah para pembelajar. Orang-orang baiknya, dalam bidang apapun, adalah para pembelajar. Karena dari pembelajaran didapatkanlah ilmu. Dan ilmu adalh sumber kebaikan. Inilah yang dimaksud oleh hadits Rasulullah: "Barangsiapa yang dikehendaki Allah dengan kebaikan, Allah pasti memahamkan kepadanya urusan agama ini." (Muttafaq alaih)
Maukah kau menjadi pembelajar? [Muchlisin]